WahanaNews-Natuna | Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam, Mohammad Mahfud MD, angkat bicara atas tuduhan Kementerian Luar Negeri AS soal dugaan penggunaan aplikasi PeduliLindungimelanggar hak asasi manusia (HAM).
Mahfud menyinggung penanganan Covid-19 RI lebih baik dari AS.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
"Bahwa kita membuat program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat. Nyatanya, kita berhasil mengatasi COVID-19 lebih baik dari Amerika Serikat (AS)," kata Mahfud MD dalam akun Instagram-nya, @mohmahfudmd, di Jakarta, Jumat (15/4/2022).
Dia menjelaskan, melindungi HAM bukan hanya HAM individual.
Namun juga HAM komunal-sosial.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
Terkait konteks itu, negara harus berperan aktif mengatur.
Mahfud menyebut peran aplikasi PeduliLindungi sangat efektif menekan penularan Covid-19.
"Itulah sebabnya, kita membuat program PeduliLindungi yang sangat efektif membantu menurunkan penularan infeksi COVID-19 sampai ke jenis Delta dan Omicron," jelas Mahfud.
Kemudian, merujuk catatan pemerintah, ia menyampaikan AS justru lebih banyak dilaporkan Special Procedures Mandate Holders (SPMH).
Dia menyebut, sekitar kurun waktu 2018-2021, bedasarkan SPMH, RI dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat.
Sementara AS, pada kurun waktu yang sama, dilaporkan sebanyak 76 kali.
"Beberapa negara seperti India yang juga cukup banyak dilaporkan. Laporan-laporan itu, ya biasa saja dan bagus sebagai bentuk penguatan peran civil society. Tapi, laporan seperti itu belum tentu sepenuhnya benar," katanya.
Pemerintah AS melalui Kemenlu mereka melaporkan praktik HAM tahun 2021 di Indonesia.
Dikutip dari laman stave.gov, AS menyoroti berbagai persoalan HAM di Indonesia, mulai tahanan politik dari Papua hingga penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
AS singgung aplikasi PeduliLindungi tak sesuai hukum menyangkut privasi masyarakat.
AS memahami maksud aplikasi itu untuk menekan angka penularan Covid-19.
Dengan pakai aplikasi itu, warga Indonesia bisa beraktivitas ke ruang publik seperti mal.
"Aplikasi ini juga menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah," demikian dikutip dari “Laporan Negara tentang Praktik Hak Asasi Manusia tahun 2021: Indonesia” yang dimuat stave.gov. [rda]