WahanaNews-Natuna | Keberanian Presiden Jokowi memang tak diragukan. Selain soal keberanian mengambil keputusan, tetapi juga soal kunjungan ke daerah konflik.
Akhir Juni 2022 ini, setelah menghadiri undangan pertemuan G7 di Jerman 26-27 Juni, Presiden Jokowi direncanakan mengunjungi Kiev (Ukraina) dan Moskow (Rusia).
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Rencana yang cukup mengkhawatirkan dari segi keamanan dan keselamatan.
Terlebih lagi belum ada tanda-tanda perang Ukraina-Rusia akan berhenti.
Keberanian Presiden Jokowi mengunjungi daerah konflik memang bukan sekali ini saja.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Presiden Jokowi juga pernah mengunjungi Nduga Papua, Kabul Afganistan serta Laut Natuna Utara yang saat itu tengah mengalami ketegangan.
1. Kab. Nduga Papua 2016
Saat itu Presiden Jokowi akan mengunjungi Nduga untuk meninjau kondisi infrastruktur di Kab. Nduga.
Jokowi menyampaikan rencana itu, “dua hari lagi saya mau ke sana,” ujar Jokowi.
Sejumlah pejabat menentang rencana nekad tersebut.
Panglima TNI saat itu Jend. Gatot Nurmantyo, Kapolri Jend. Tito Karnavian dan Ka BIN Budi Gunawan melarang dengan alasan keamanan dan situasi belum kondusif.
“Pak, jangan ke sana dulu. Daerah ini memang masih perlu kondisi pendekatan,” ulang Jokowi saat berdialog di depan masyarakat Indonesia di Selandia Baru (2018).
Seperti diketahui di Nduga saat itu tengah tegang karena gangguan keamanan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)
“Pokoknya saya mau ke Nduga. Urusan keamanan itu urusanmu!” tegas Jokowi.
Dua hari kemudian Jokowi terbang menuju Kab. Nduga meninjau kondisi infrastruktur dan blusukan ke sebuah pasar. Kunjungan berjalan lancar hingga kembali ke Jakarta.
2. Kota Kabul Afganistan 2018
Presiden Jokowi mengunjungi Afganistan pada 29 Januari 2018.
Situasi Afganistan saat itu sedang mencekam. Delapan hari sebelum Jokowi mendarat, Hotel Intercontinental diledakkan dan menewaskan lebih dari 20 orang. Kelompok Taliban diklaim berada di aksi peledakan tersebut.
Tiga hari sebelumnya sebuah bom mobil Kabul. Sehari sebelumnya terjadi ledakan di Kabul yang menewaskan lebih dari 100 orang. Bahkan sebelum Jokowi mendarat ada penyerangan ke Akademi Militer di Afganistan.
Rombongan Jokowi harus dikawal kendaraan lapis baja dan dua unit helikopter terbang di atas mobil Jokowi dari bandara ke Istana Kepresidenan Afganistan.
Nekadnya lagi, Jokowi menolak menggunakan rompi antipeluru. Bahkan saat kunjungan ke pasar pun Jokowi tetap menolak menggunakan rompi anti peluru.
Kunjungan itu dinilai berani karena AS, Inggris, Perancis, Australia, Swiss, Selandia Baru dan Swiss justru mengeluarkan travel warning ke Afganistan.
Saat itu Afganistan diguncang aksi penyerangan oleh kelompok ISIS dan Taliban.
3. Laut Natuna Utara 2016, 2017 dan 2018
Awalnya adalah adanya kapal ikan Tiongkok yang masuk perairan Laut Natuna. TNI Angkatan Laut mengirim KRI Imam Bonjol-383 dan menembak kapal ikan bernama Han Tan Cou tersebut.
Konflik yang terjadi pada 23 Juni 2016 ini kemudian mendapat reaksi dari Tiongkok dengan mengirimkan kapal-kapal laut tempurnya sebagai balasannya.
Tiongkok mengatakan bahwa perairan tersebut adalah wilayah penangkapan ikan tradisionalnya.
Presiden Jokowi tidak gentar. Bersama para menteri, Kapolri dan Panglima TNI, Jokowi terbang ke Natuna dan mengadakan rapat khusus di KRI Imam Bonjol-383.
Rapat khusus tersebut membahas percepatan pembangunan di Natuna. Kehadiran Jokowi di KRI Imam Bonjol-383 tersebut merupakan kode keras bagi Tiongkok, bahwa perairan Natuna adalah milik Indonesia.
Oktober 2016 dan Mei 2017 Jokowi kembali mengunjungi Natuna. Dua agenda tersebut untuk meninjau kesiapan alat-alat tempur dan meninjau latihan tempur TNI AU di perairan Natuna.
Pada 8 Januari 2018, untuk keempat kalinya Jokowi mengunjungi Kab. Natuna. Kali ini untuk meninjau Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Selat Lampa, Natuna, bertemu ratusan nelayan dan membagikan sertifikat tanah.
Jokowi juga meninjau kapal-kapal TNI KRI Usman Harun dan KRI Karel Sasuit Tubun.
Mobilisasi nelayan di perairan Natuna ini untuk menggerakkan perekonomian. Jokowi berharap dengan menggerakkan ekonomi yang ditunjang fasilitas dan sumber daya keamanan akan menjamin stabilitas di wilayah Natuna Utara.
Jokowi menegaskan bahwa Indonesia berdaulat atas Zone Ekonomi Eksklusif di perairan Natuna.[zbr]