WahanaNews-Natuna | China menjadi negara yang ingin menguasai Natuna Utara milik Indonesia.
Sebab Natuna Utara begitu menggoda bagi China dan Indonesia harus mempertahankannya sampai titik darah penghabisan.
Baca Juga:
Penjabat Bupati Tanah Laut: Bentuk Tim Khusus Awasi Penggunaan Dana Desa
China mengincar Natuna Utara lantaran untuk memudahkan mereka membangun jalur One Belt One Road alias OBOR yang melewati wilayah Indonesia.
OBOR melewati Natuna Utara dan terus masuk ke Indonesia kemudian berbelok menuju selat Malaka.
OBOR nantinya akan berujung di Bremen, Jerman.
Baca Juga:
Pj Bupati HSS Terima Kunjungan Pengurus APDESI
Jalur ini sebetulnya untuk memastikan ekspor China ke Asia dan Eropa lancar jaya.
Namun bagi negara yang dilewati jalur ini juga bisa mendapat manfaat antara lain ikut 'menumpang' kapal niaga China.
Juga negara yang dilewati bisa mendapatkan manfaat impor barang yang dibutuhkan dari China pun sebaliknya.
Adanya OBOR sebetulnya juga bermanfaat bagi Indonesia secara langsung.
Tapi cara China di Natuna Utara tetap tak bisa dimaafkan begitu saja.
China harus bertanggungjawab atas kerusuhan yang ia lakukan di sana.
Beberapa waktu lalu misalnya ada dua kapal coast guard China nyelonong masuk ke Natuna Utara.
Indonesia kemudian sigap mengusir dua kapal coast guard China tersebut.
Hal-hal seperti inilah yang sebetulnya Indonesia tak suka.
China sendiri punya investasi besar di Indonesia.
Walau ada sengketa di Natuna Utara, Indonesia dan China tak akan melepas kerja sama ekonomi yang terjalin antara keduanya.
"Masalah Natuna dan investasi adalah dua hal yang berbeda. Investasi adalah investasi, hubungan bisnis antara dua pihak, sedangkan Natuna adalah masalah kedaulatan," ujar mantan cistudy.ccnu.edu.cn pada 1 September 2020 lalu.
China memang menanamkan investasinya di Indonesia.
China menyasar investasi di Indonesia saat presiden Joko Widodo menyerukan doktrin Poros Maritim Dunia (PMD).
Nah, PMD ini rupanya bersinggungan langsung dan saling terkait erat dengan OBOR.
Tak salah pemerintah mengaitkan OBOR dengan PMD karena mengerek perekonomian Indonesia secepat kilat.
Sejalan dengan Indonesia, China kemudian melakukan Foreign Direct Investment (FDI) yang berarti investasi asing langsung ke Indonesia sejak tahun 2015-2020.
Dikutip dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) investasi China langsung melonjak drastis di Indonesia dengan nilai 17,29 miliar dolar AS pada 2020 lalu.
Padahal pada 2015 FDI China cuma entok di angka 0,63 dolar AS.
Angka tersebut cuma bisa dilampaui oleh Singapura (46,50 miliar dolar AS) dan Jepang (24,67 miliar dolar AS).
Melihat angka di atas sudah barang tentu Indonesia menganggap China partner bisnis penting.
Sebaliknya China juga demikian, tanpa Indonesia proyek OBOR cuma angin lalu.
OBOR dilihat Indonesia mampu menyediakan suntikan dana senilai Rp 4.796 triliun untuk membangun infrastruktur demi jadi negara maju di masa depan.
OBOR juga memperkuat proyek tol laut Jokowi dimana pembangunan pelabuhan Kuala Tanjung di Sumut dan pelabuhan Bitung di Sulut jadi salah satu alasan Indonesia oke saja dengan jalur dagang gagasan China tersebut.
Tapi sekali lagi Indonesia menyayangkan sikap China di Natuna Utara.
Sebab hal itu sedikit banyak bakal berpengaruh akan OBOR di masa depan.
Analis pertahanan dari Institut Studi Strategis dan Internasional (ISIS) Malaysia, Daniel, mengungkapkan jika China memicu ketegangan di perairan Asia Tenggara.
"Kita sedang berbicara tentang mengurangi ketegangan di domain maritim, kan?
Saya pikir itu harus dipimpin terutama oleh negara-negara anggota yang memiliki kepentingan langsung, negara-negara pesisir.
Mereka mungkin didukung oleh anggota ASEAN lainnya yang adalah Ada kepentingan langsung dalam mendukung posisi sebelumnya," jelas Daniel dikutip dari orientaldaily.com.my pada 14 Januari 2022.
Menurut Daniel, ASEAN harus bersatu untuk melawan China.
"Saya pikir peran ASEAN adalah peran dukungan terbaik bagi negara-negara anggota yang memiliki kepentingan sah di Laut Cina Selatan.
Bagi saya, itu akan menjadi jalan ke depan yang lebih menjanjikan," ucapnya.
Jangan sampai yang terjadi malah perpecahan pendapat di anggota ASEAN.
Sebab China sudah mulai menancapkan pengaruhnya ke Myanmar dan Kamboja.
Apalagi dengan membangun pangkalan militer di Kamboja memberikan opsi China untuk memilih wilayah mana yang akan mereka serang.
"China (sedang) memilih kapan dan bagaimana melakukan eskalasi, dan siapa yang menjadi sasaran.
Karena tanggung jawab kolektif, mereka berhati-hati untuk menghindari perselisihan dengan lebih dari dua penuntut pada saat yang bersamaan," ungkap Daniel.
Indonesia harus waspada di Natuna Utara jika pangkalan militer China jadi di Kamboja maka ancaman akan meningkat.[zbr]