WahanaNews-Natuna | Jepang memang menjadi salah satu negara yang mendukung Indonesia mempertahankan Natuna Utara.
Jepang bahkan rela mengubah konstitusi pertahanan negaranya demi bisa mengekspor alutsista ke Indonesia untuk digunakan mempertahankan Natuna Utara dari ancaman China.
Baca Juga:
Nvidia Tersungkur! DeepSeek Guncang Pasar, Saham Teknologi Terjun Bebas
Indonesia memang berminat dengan alutsista Jepang seperti fregat Mogami class yang akan digunakan untuk berpatroli di Natuna Utara.
Pasalnya alutsista Jepang barangnya berkualitas namun harganya amat mahal.
Nantinya Indonesia akan memperoleh setidaknya 8 unit fregat Mogami.
Baca Juga:
Perayaan Imlek, Ini Barang Wajib yang Dipercaya Membawa Rezeki
Asia Times melaporkan jika 8 unit fregat Mogami tersebut bernilai 3,6 miliar dolar AS.
"Hal yang sama berlaku untuk kesepakatan terpisah dengan Jepang, yang memiliki tim penjualan berlindung di Jakarta untuk sebagian besar tahun lalu berusaha untuk menjual delapan fregat multi-misi kelas Mogami siluman Indonesia dengan biaya keseluruhan $ 3,6 miliar," lapor Asia Times beberapa waktu lalu.
Nantinya tidak semua Mogami dibuat di Jepang.
Rencananya 4 unit akan dibuat oleh galangan Mitsubishi Heavy Industries (MHI) Jepang.
Sementara sisanya akan dibuat oleh Indonesia secara mandiri di dalam negeri.
Tahun 2023 pembuatan Mogami untuk Indonesia akan dinilai oleh MHI.
"Di bawah rencana sementara, Mitsubishi dan Mitsui akan mengirimkan empat dari kapal berbobot 5.000 ton, dimulai pada akhir 2023.
Dan untuk empat lainnya akan dibangun oleh PAL dalam apa yang akan menjadi kesepakatan senjata terbesar antara kedua negara," jelas Asia Times.
Untuk melakukan itu, Jepang harus mengubah konstitusi pertahanannya yang sudah ada setelah Perang Dunia II.
Seperti diketahui AS melarang Jepang mengekspor senjata mematikan ke negara lain.
Senjata tersebut hanya boleh dipakai sendiri oleh Jepang.
Namun karena adanya ancaman China, AS mulai perlahan 'melepasliarkan' Jepang untuk menangkal Sang Naga di Asia.
Hal ini diungkap baru saja oleh Asia Nikkei pada 27 Mei 2022.
"Pemerintah Jepang berencana mengizinkan ekspor jet tempur, rudal, dan senjata lainnya ke 12 negara, termasuk India, Australia, serta beberapa negara Eropa dan Asia Tenggara, kata Nikkei.
Perubahan peraturan untuk memungkinkan ekspor bisa dilakukan pada Maret mendatang.
Pemerintah bertujuan untuk meningkatkan pencegahan terhadap China dengan bekerja sama dengan negara-negara yang telah menandatangani perjanjian keamanan individu dengan Tokyo.
Negara-negara tersebut antara lain Vietnam, Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, AS, Inggris, Jerman, Prancis, dan Italia," jelas Asia Nikkei.
Langkah Jepang kemudian berlanjut dengan menyatakan keikutsertaannya dalam latihan perang terbesar Asia Pasifik Garuda Shield 2022 yang bertempat di Indonesia.
Japan Ground Self Defense Force (JGSDF) akan ikut melakukan operasi amfibi di Natuna bersama Marinir Indonesia dan AS.
"Indonesia sedang menjajaki rencana untuk mengadakan latihan pendaratan dengan AS di kawasan Natuna.
Jika latihan ini benar-benar terjadi, mereka kemungkinan akan membayangkan pemulihan pulau-pulau yang diduduki oleh pasukan musuh.
GSDF Jepang berencana untuk melakukan latihan bersama dengan militer AS dan Indonesia.
Antara Februari dan Maret, Brigade Penempatan Cepat Amfibi GSDF telah mengadakan latihan bersama dengan Angkatan Laut dan Marinir AS di daerah yang membentang dari Jepang tengah hingga Guam, sebuah wilayah AS," lapor Asia Nikkei.
Lantas seperti apa profil JGSDF ini?
Mengutip dari mod.go.jp, JGSDF atau dalam bahasa kanjinya Rikuji merupakan cabang angkatan bersenjata matra darat Jepang.
Rikuji didirikan pada 1 Juli 1954 sebagai ganti dari Rikugun Kekaisaran Jepang.
Jangan salah kaprah, JGSDF berada di bawah kendali PM Jepang, bukan kaisar lagi.
Sebab setelah PD II, Kaisar Jepang cuma sebagai simbol pemersatu negara yang tak punya wewenang politik apa pun di pemerintahan.
Hal itu sebagai konsekuensi kekalahan Kaisar di PD II.
Kekuatan Rikuji saat ini berkisar sebanyak 150 ribu personel.
Meski mempunyai kekuatan besar, Rikuji tak diperbolehkan melakukan invasi ke negara lain.
Sebabnya Jenderal Douglas MacArthur memasukkan pasal No Offensive bagi militer Jepang ini.
Mereka hanya diperkenankan mempertahankan kedaulatan negara, tugasnya mirip-mirip PETA bentukan kekaisaranJepang di Indonesia zaman dulu.
Nah, yang akan berlatih bersama Marinir Indonesia pada Garuda Shield ialah Amphibious Rapid Deployment Brigade yang memang dibentuk untuk melawan serangan China di pulau-pulau milik Jepang di laut China Timur.
Latihan pendaratan amfibi Amphibious Rapid Deployment Brigade pertama kali dilakukan bersama Honorable Artillery Company (HAC) Ingris di Oyama, prefektur Shizuoka tanggal 2 Oktober 2018.
Kemudian setelah itu JGSDF berlatih dengan AD India di Mizoram.
JGSDF versi Marinir ini punya tim pemukul reaksi cepat layaknya PPRC TNI sebanyak 8.425 personel.
8 ribu personel tersebut lah yang akan pertama kali melawan bila China hendak menginvasi pulau-pulau milik Jepang.
Bahkan pada Desember 2010, tupoksi JGSDF diubah dari yang tadinya untuk menangkal ancaman Uni Soviet menjadi berfokus ke China.
Jadi tak sabar melihat JGSDF yang pertama kali berlatih dengan Indonesia melakukan latihan pendaratan amfibi di Natuna bersama Korps Marinir untuk memberi pesan tegas ke China.[zbr]