WahanaNews-Natuna| Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika penilaian efektivitas PMN terhadap kinerja BUMN telah dilakukan sepanjang 16 tahun dari 2005 hingga 2020.
Menurutnya, mayoritas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) tidak mampu menghasilkan keuntungan di atas imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN). Ia menilai hal itu sebagai masalah serius.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
"Hanya 25,60 persen BUMN kita yang bisa menghasilkan return on equity di atas yield SBN kita. Ini harus di justifikasi karena 74,40 persen mereka hasil dari ekuitasnya di bawah biaya utang kita. Ini jadi warning yang sangat serius," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI, kemarin.
Namun demikian, Sri Mulyani melihat kinerja PMN masih memberikan dampak positif tidak langsung terhadap masyarakat melalui berbagai sektor.
Menurut perhitungan yang dilakukan Kementerian Keuangan dampak PMN terhadap masyarakat memiliki nilai Economic Internal Rate of Return (EIRR) hingga 21,05 persen. Angka ini dinilai jauh lebih tinggi dibandingkan suku bunga SBN 10 persen.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
"Kami sekarang minta ada disiplin asessment tidak hanya secara keuangan tapi juga ada di ekonomi. Di sini terlihat EIRR 21,05 persen, di mana lebih tinggi dari SBN 10 persen. Jadi ada justifikasi manfaat ekonomi dibandingkan biaya uangnya, ini hal yang positif," ujarnya.
Manfaat ekonomi bagi masyarakat dapat berupa pembangunan sejumlah infrastruktur, telekomunikasi, energi, hingga perumahan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan negara.
Dari sektor infrastruktur, seperti jalan dapat memberikan nilai tambah ekonomi sekitar Rp1.500 triliun dan menyerap 20 juta tenaga kerja.