WahanaNews-Natuna | Kondisi jembatan kayu sungai Setungkuk yang berada di Desa Sedanau Timur, Kecamatan Bunguran Batubi, Kabupaten Natuna sangat memprihatinkan.
Jembatan kayu sepanjang 800 meter itu merupakan satu-satunya akses penghubung antara Kampung Sebauk dan Kampung Setungkuk di Desa Sedanau Timur.
Baca Juga:
Menginspirasi Generasi Z: Zizie, Mahasiswa dengan Semangat Berwirausaha
Selain rapuh dan berlubang, jembatan kayu tersebut juga terasa goyang jika dilewati, sehingga memerlukan perbaikan demi keamanan dan masyarakat yang melintas.
Dengan kondisi jembatan yang kayu-kayunya banyak lapuk itu, tak jarang memakan korban akibat warga setempat terjatuh dari jembatan.
Ketua RT 07 Setungkuk Sartono (42) mengatakan, jembatan kayu yang sudah berumur 20 tahun itu sudah rusak parah sejak tahun 2019 silam dan merupakan satu-satunya akses bagi warga dalam beraktivitas sehari-hari.
Baca Juga:
Pesan Natal KWI dan PGI: “Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem” (Luk 2:15)
Ada sekitar 70 jiwa warga Setungkuk yang menggantungkan kehidupan dengan jembatan kayu rapuh itu, mulai dari anak-anak sekolah dan warga lainnya.
Jembatan Setungkuk juga sebagai akses ekonomi warga untuk menjual hasil karet, kelapa, cengkeh serta batu.
Meski berbahaya dan mengancam keselamatan, Sartono mengaku bahwa, dirinya bersama warga tetap menggunakan jembatan kayu tersebut untuk menyeberang ke kampung sebelah, karena tidak ada pilihan jalan lain.
"Kami tidak ada pilihan jalan lain, memang terpaksa lewat jembatan itu, karena itu jalan satu-satunya untuk menunjang kegiatan kami sehari-hari, mulai dari anak-anak sekolah dan kegiatan ekonomi kami di sini," kata Sartono kepada wartawan, di kediamannya, Sabtu (22/1/2022).
Ia mengatakan, kondisi jembatan beberapa tahun terakhir memang sangat memprihatinkan, pasalnya banyak terdapat lubang-lubang serta kayu jembatan yang sudah rapuh termakan usia.
Untuk itu, setiap warga yang melintas harus berhati-hati.
"Kalau untuk sepeda motor memang sudah tidak layak melintasi jembatan, itu sangat berbahaya, kalau ada yang berani lewat, itu karena terpaksa saja. Jembatan banyak lubang, kayu-kayu juga sudah rapuh, sudah banyak warga kita yang jatuh dijembatan itu," imbuhnya.
Jembatan Sungai Setungkuk yang memprihatinkan itu, Sartono mengisahkan betapa pentingnya, jembatan Setungkuk bagi dirinya dan 19 Kepala Keluarga (KK) yang ada di sana.
Terlebih, jika ada warga yang sedang sakit semua menjadi sulit karena harus berjibaku melewati jembatan rusak.
"Kami sangat kesulitan kalau ada warga kami yang sakit, jalan satu-satunya cuma lewat sana, dengan jembatan yang sudah rusak parah ini tentu menambah kesulitan kami," ujarnya.
Sartono berharap agar jembatan Setungkuk secepatnya mendapat perhatian dari pemerintah daerah, karena jika mengandalkan dana desa tidak cukup untuk perbaikan jembatan sepanjang 700 meter yang masih dalam kondisi rusak parah.
"Kalau harus menggunakan ADD, saya rasa akan kesulitan karena dana terbatas, hanya cukup untuk rehap saja namun tidak akan bertahan lama, karena jembatan sangat panjang ada 700 meter lagi yang membutuhkan perbaikan," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sedanau Timur, Tamizi Achmad mengatakan, bahwa jembatan Setungkuk sudah sering diusulkan perbaikan melalui Musrenbang ke pemerintah daerah, namun hingga kini belum terlaksana.
"Tiap tahun usulan prioritas kami hanya satu, itulah jembatan Setungkuk tidak ada usulan lain, namun hingga kini belum terealisasi, alasannya dana tidak cukup dan kegiatan dipangkas," kata Tarmizi di kediamannya.
Dikatakan Tarmizi angin segar perbaikan jembatan Setungkuk selalu ada dari pemerintah daerah, namun dari tahun ke tahun tidak pernah terlaksana.
Hingga kini jembatan Setungkuk tetap saja masih rusak parah dan bahkan sering memakan korban.
"Kemaren tahun 2021 sempat masuk usulan perbaikan jembatan Setungkuk Rp 1,7 miliar di APBD Natuna, namun dipangkas menjadi Rp 1 miliar, anehnya hingga penghujung tahun tidak ada terlaksana dan hilang begitu saja," tuturnya.
Menurutnya, panjang jembatan Setungkuk secara keseluruhan kurang lebih sekitar 800 meter, Kondisi jembatan yang rusak parah saat ini sepanjang 700 meter.
Dengan kemampuan dana desa hanya bisa dilakukan perbaikan alakadarnya, untuk perbaikan secara keseluruhan harus mendapat dukungan dari APBD Natuna.
"Kalau untuk rehap sudah sering kita anggarkan, namun hanya untuk sementara karena dana desa sangat terbatas. Tahun lalu saya alokasikan Rp 15 juta untuk mengganti papan-papan yang sudah rapuh," ucap Tarmizi.
Dikarenakan jembatan Setungkuk merupakan satu-satunya akses jembatan antara kampung Sebauk dan Kampung Setungkuk di Desa Sedanau Timur, ia berharap agar jembatan tersebut secepatnya mendapat perhatian dari pemerintah daerah.
"Karena jembatan itu merupakan jantung ekonomi warga," katanya.
"Saya kalau melintas ke sana tidak berani lagi naik sepeda motor, cuma berani jalan kaki itupun harus hati-hati karena banyak lubang, dan papan-papannya kebanyakan sudah rapuh, dan bahkan banyak warga saya jatuh di sana," kata Tarmizi.
Tarmizi berharap jembatan Setungkuk mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah, sebelum jembatan tambah parah dan lebih banyak memakan korban.
Anak-anak sekolah sangat membutuhkan akses jembatan itu termasuk warga sekitar dalam beraktivitas.
"Saya selalu sampaikan usulan kami hanya satu jembatan Setungkuk, kalau tidak bisa dibangun sekaligus bertahap pun tidak apa-apa, jangan hilang begitu saja, dan jangan sampai menambah korban jatuh di jembatan itu," harapnya. [rda]