WahanaNews-Natuna | Situasi tegang kembali terjadi antara China dan Amerika Serikat (AS). Ini terkait Laut China Selatan (LCS), yang berada dekat Natura Utara, RI.
AS menyebut China telah meningkatkan provokasi di wilayah itu.
Baca Juga:
Peran Penting Indonesia dalam Menangani Konflik Laut China Selatan (LCS)
"Perilaku agresif dan tidak bertanggung jawab tersebut berarti hanya masalah waktu sebelum insiden besar atau kecelakaan," tegas Wakil Asisten Sekretaris untuk Asia Timur Departemen Luar Negeri, Jung Pak.
Dalam pernyataan kepada sebuah think tank AS, Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebagaimana dimuat Reuters, pesawat jet China bahkan terlibat dalam penyadapan pesawat Australia.
Bahkan ada tiga insiden terpisah di beberapa bulan terakhir yang telah menantang penelitian kelautan dan eksplorasi energi ZEE Filipina.
Baca Juga:
Indonesia, Thailand dan Malaysia Kompak Tinggalkan Dollar AS
Hal senada juga ditegaskan Asisten Menteri Pertahanan untuk Urusan Keamanan Indo-Pasifik Ely Ratner.
Di acara sama ia mengatakan ada "puluhan" insiden di paruh pertama tahun 2022 yang melibatkan militer China di LCS, peningkatan tajam selama lima tahun terakhir.
"Beijing secara sistematis menguji batas tekad kolektif kita," katanya.
"Dalam pandangan saya, perilaku agresif dan tidak bertanggung jawab ini merupakan salah satu ancaman paling signifikan terhadap perdamaian dan stabilitas di kawasan saat ini, termasuk di LCS," tambahnya.
"Dan jika PLA melanjutkan pola perilaku ini, itu hanya masalah waktu. Sebelum ada insiden besar atau 'kecelakaan' di kawasan itu," tegasnya lagi merujuk pada angkatan bersenjata China.
Perlu diketahui, China mengklaim LCS dengan peta "nine dash line atau sembilan garis putus-putus".
Merujuk jurnalis sekaligus peneliti dari Chatam House, The Royal Institute of International Affairs, bernama Bill Hayton, konsep ini mengklaim wilayah China berbentuk U.
Berawal dari selatan daratan China dan berujung di kawasan Natuna. Ini juga melintasi lautan di antara Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Akibatnya ketegangan kerap terjadi antara kapal China dan sejumlah negara. Di situ pulalah, AS masuk berpatroli ke kawasan dengan mengusung "kebebasan navigasi".
Sementara itu, Presiden Joe Biden sendiri berniat berbicara langsung dengan Xi Jinping pekan depan. Ia diyakini akan membicarakan cara-cara mencegah persaingan strategis AS-China yang berkembang menjadi konflik, bukan cuma soal LCS, ini juga akan terkait Taiwan.
Situasi China dan Taiwan kini makin memanas. Kunjungan potensial Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan, Agustus mendatang, menjadi penyebabnya.
Nancy Pelosi sendiri merupakan rekan satu partai Presiden Joe Biden, dari Demokrat. Ia dikenal sebagai seorang kritikus lama China, berteman dengan Dalai Lama dan pada tahun 1991 membuat marah Beijing karena membentangkan spanduk di Lapangan Tiananmen untuk mengenang aksi unjuk rasa pro demokrasi dua tahun sebelumnya.
Memang Pelosi belum mengonfirmasi kedatangannya. Meski begitu, ia mengatakan ke wartawan pekan lalu bahwa penting bagi AS untuk menunjukkan dukungan ke Taiwan dan hal tersebut diartikan sebagian kalangan aksi mendukung kemerdekaan Taipe.
Hal itu pun menimbulkan alarm di pemerintahan Biden yang khawatir perjalanan Pelosi dapat melewati "garis batas" China. Ini ditakutkan membawa masalah baru di mana tidak ada jalan keluar.
Biden secara terbuka mengatakan militer AS telah menentang perjalanan Pelosi pekan lalu. Apalagi perjalanan itu berdekatan dengan masa Presiden Xi Jinping, bersiap untuk pertemuan partai besar-besaran di akhir tahun guna melanggengkan kekuasaan di tengah tantangan ekonomi.
AS sendiri lebih mengakui China dibanding Taiwan sejak 1979. Selama itu pula pemerintahan berturut-turut telah berhati-hati untuk hanya mengakui "satu China" dengan tidak mengirim pejabat tinggi ke Taiwan
Namun AS adalah pendukung utama Taiwan. Paman Sam sebab mengirimkan bantuan militer ke pulau itu.
Sementara itu, pekan depan, pertemuan akan dilakukan antara para menteri dan mitra luar negeri ASEAN, di Kamboja. AS juga akan hadir.
Tanggapan China
China sendiri melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) China Wang Yi mengecam beberapa negara besar karena terus meningkatkan kehadiran mereka di LCS. Ini diyakini merujuk ke Barat.
"Jika Anda datang untuk perdamaian dan kerja sama, kami menyambut Anda. Jika Anda datang ke sini untuk membuat masalah atau menyebabkan kerusakan, silakan pergi," tegas diplomat top China itu saat berbicara ke soal ASEAN.
"Sejak 20 tahun yang lalu, kami mengambil kesempatan bersejarah untuk memulai dialog dan kerja sama tentang masalah LCS," katanya.
"Di bawah kondisi sejarah yang baru, kami harus mengingat aspirasi awal kami, terus dengan teguh mempertahankan tujuan dan prinsip DOC (declaration of conduct) dan menerapkan norma dan proposisi DOC, terus memegang inisiatif dan dominasi dalam menyelesaikan masalah LCS di tangan regional kita dan benar-benar menjadikan LCS sebagai lautan perdamaian, persahabatan, dan kerja sama," tambahnya.[zbr]