WahanaNews-Kepri | Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi mengungkapkan hasil riset penggunaan benih unggul dengan pemupukan yang tepat berdampak pada produktivitas hasil panen padi dan jagung yang meningkat.
"Terlihat dari trend produktivitas padi Indonesia semakin meningkat berkat berbagai terobosan dan penggunaan teknologi sehingga mampu meningkatkan produksi pada era Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo," ungkap Prima Gandhi dalam keterangan resminya kepada wartawan, Jumat (8/4/2022).
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Gandhi menyebutkan tren produktivitas padi terlihat dari angkat perhitungan Badan Pusat Statisik (BPS).
Data BPS menyebutkan produktivitas padi sejak 2019 semakin meningkat yakni tahun 2019 sebesar 5,11 ton/ hektar, tahun 2020 sebesar 5,13 ton/ hektar dan 2021 sebesar 5,22 ton/ hektar.
Bahkan di tingkat Asia, posisi produktivitas Indonesia berada peringkat kedua setelah Vietnam.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Tak hanya itu, lanjut Gandhi, data FAO pun menyebutkan di tahun 2018, Indonesia menduduki peringkat kedua dari 9 negara negara FAO di Benua Asia.
Adapun urutannya Vietnam 5,89 ton per hektar, Indonesia 5,19 ton per hektar, Bangladesh 4,74 ton per hektar, Philipina 3,97 ton per hektar, India 3,88 ton per hektar, Pakistan 3,84 ton/hektar, Myanmar 3,79 ton per hektar, Kamboja 3,57 ton per hektar dan Thailand 3.l,09 ton per hektar.
"Ini menunjukan program kerja Kementerian Pertanian on the right track," kata Gandhi.
"Mesinnya bergerak di lapangan, akselerasi produksi dilakukan melalui mapping kawasan andalan, kawasan utama maupun kawasan pengembangan," jelasnya.
Lebih lanjut Gandhi menjelaskan, pada kawasan andalan, program kerja Kementan dengan memacu upaya meningkatkan produksi dan produktivitas melalui peningkatkan indek pertanaman dan penggunaan benih unggul serta pemupukan berimbang tepat sesuai kebutuhan hara tanah.
Ada kegiatan perluasan areal tanam maupun meningkatkan indek pertanaman.
"Hal yang sama terlihat telah dilakukan untuk memacu produksi jagung," ujarnya.
Selain padi di lahan sawah, kata dia, petani mengidolakan tanam jagung di lahan kering karena menguntungkan dan mudah ditanam.
Menurut Gandhi, meskipun kontribusi biaya pupuk dalam struktur biaya produksi sekitar 10 persen, namun pupuk itu merupakan makanannya tumbuhan.
Urea memacu fase vegetatif tanaman menjadi subur hijau, sedangkan pupuk NPK khususnya unsur phospat akan mengisi bulir padi secara optimal.
"Dalam kondisi sulit dan mahalnya pupuk kimiawi, kini digencarkan pupuk organik dan pupuk hayati, hemat karena buatan sendiri dari bahan kompos yang ada di sekitar," kata Gandhi.
Hal yang sama, lanjutnya, penggunaan benih padi unggul berkontribusi pada produktivitas.
Penggunaan ideal benih padi 25 kg perhektar maupun jagung 15 kg perhektar bila dengan benih unggul terbukti berdampak pada produktivitas," katanya.
Ia menyebutkan kini petani sudah familiar dengan benih unggul dan melakukan pergiliran varietas.
Bahkan kini petani menyukai varietas unggul genjah guna mengejar indek pertanaman hingga IP300 bahkan sudah mulai belajar IP400 yang berarti setahun empat kali tanam dan empat kali panen.
"Asal ada kemauan merubah dan disitu akan ada hasil yang lebih baik," ujarnya.
"Alhasil dari data BPS, sejak 2019 hingga sekarang tidak ada impor beras umum, bahkan setiap tahun produksi beras selalu surplus di atas kebutuhan konsumsinya," jelas Gandhi. [rda]