WahanaNews-Kepri | Proses hukum 3 oknum TNI yang membuang tubuh sejoli korban kecelakaan lalu lintas menemui titik terang.
Dalam pembacaan vonis di Pengadilan Militer Tinggi II Cakung, Jakarta Timur, Selasa (7/6/2022), Kolonel Priyanto mendapat hukuman penjara seumur hidup.
Baca Juga:
Ini Alasan Oditur Militer Tetapkan Kolonel Priyanto Menjadi Terdakwa Pembunuhan Berencana
Tak sampai di sana, ia juga dipecat dari institusi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Priyanto sekaligus otak yang memerintahkan Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh untuk membuang tubuh Handi Saputra(17) dan Salsabila (14) di Sungai Serayu, Jawa Tengah, terbukti bersalah berbuat pembunuhan berencana, merampas hak orang lain, dan menghilangkan mayat.
Tiga oknum TNI AD ini sebelumnya terlibat kecelakaan dengan sejoli di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Jabar), 8 Desember 2021.
Baca Juga:
Jadi Terdakwa Pembunuhan Berencana Sejoli di Nagreg, Kolonel Infanteri Priyanto: Saya Menyesal!
Sementara, anak buah Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, divonis penjara selama enam bulan oleh hakim Pengadilan Militer II-09 Bandung.
Vonis tersebut dibacakan hakim pada Rabu (11/5/2022), di Pengadilan Militer II-09 Bandung.
"Mengadili, memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama enam bulan," ucap hakim, dikutip dari dokumen Mahkamah Agung (MA), Selasa (7/6/2022).
Andreas terbukti bersalah sesuai Pasal 310 ayat (3) Jo ayat (4) dan Pasal 312 UU RI nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 190 ayat (1) UU RI nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer serta ketentuan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Dalam vonisnya, hakim menilai Andreas lalai hingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat dan meninggal dunia.
Kedua, Andreas yang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas, tidak melaporkan kejadian itu tanpa alasan yang patut.
Vonis yang diberikan kepada Andreas lebih ringan dibanding tuntutan Orditurat Militer Bandung yang meminta hakim memvonis 10 bulan penjara.
Hal memberatkan dan meringankan Hal yang meringankan vonis Andreas, yakni terdakwa berterus terang dan bersikap sopan selama sidang.
Andreas juga dinilai menyesali perbuatannya dan berjanji untuk lebih berhati-hati.
Pertimbangan lainnya adalah Andreas masih muda dan bisa dibina kembali untuk dapat menjadi prajurit yang lebih baik lagi.
Selain itu, laka lantas bukan keinginan terdakwa yang sudah sebaik mungkin mengendarai mobil.
Sementara hal memberatkan, hakim menilai perbuatan terdakwa bertentangan dengan Sapta Marga dan delapan wajib TNI.
Perbuatan Andreas merupakan bentuk loyalitas yang salah dan tidak dapat dicontoh, serta perbuatan terdakwa menimbulkan korban jiwa dan kesedihan bagi keluarga korban.
RESPONS Keluarga
Ibu Salsabila, Suryati mengaku puas dengan vonis seumur hidup yang diberikan hakim kepada Kolonel Priyanto.
"Kalau menurut saya mah sudah setimpal hukuman seumur hidup," kata Suryati, di kediamannya, Selasa (7/6/2022).
Kendati puas dengan vonis tersebut, wanita 42 tahun itu masih menunggu itikad baik dari keluarga para pelaku.
Setidaknya, kata dia, ada kalimat 'maaf' yang terucap dari pelaku atau dari keluarganya.
"Kalau bisa keluarga dari ketiga terdakwa datang ke sini, perlihatkan itikad baiknya. Itu sebetulnya harapan saya, semua keluarganya datang ke sini," ujarnya.
Hal yang sama disampaikan Paman Salsabila, Deden Sutisna.
"Seumur hidup itu sudah pantas. Kami sejak awal sudah menyerahkan sepenuhnya ke pengadilan," ujar pria 41 tahun itu.
SOSOK Lala Disebut Dalam Sidang
Fakta sebelumnya terungkap saat sidang yang digelar Kamis (7/4/2022).
Yang menjadi perhatian apa yang dilakukan Kolonel Inf Priyanto sebelum kejadian nahas itu terjadi.
Termasuk sosok perempuan bernama Lala.
Semua berawal ketika Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Brigjen TNI Faridah Faisal memintanya untuk menceritakan kronologi perjalanan Priyanto bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Sholeh sebelum kecelakaan terjadi.
Kolonel Priyanto mengaku awalnya berangkat dari Gorontalo ke Yogyakarta untuk kemudian menuju ke Jakarta untuk mengikuti rapat di Pusat Zeni Angkatan Darat (Pusziad) pada 6 Desember 2021.
Dari Yogyakarta ke Jakarta, Kolonel Priyanto berangkat bersama Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh.
"Kami berangkat menuju Jakarta, waktu itu disopiri oleh Dwi Atmoko dan Achmad Sholeh secara bergantian. Kami sempat mampir ke Bandung," Kolonel ujar Priyanto dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Kolonel Priyanto kemudian menjelaskan dalam perjalanan menuju Jakarta sempat menjemput Lala yang belakangan diketahui bernama Nurmala Sari di Cimahi.
"Teman atau apa?" tanya Faridah.
"Teman," jawab Kolonel Priyanto.
"Statusnya apa ini Nurmala Sari?" tanya Faridah.
"Janda," jawab Kolonel Priyanto.
Kolonel Priyanto kemudian menjelaskan di persidangan bahwa dirinya berteman dengan Lala sejak tahun 2013.
Saat itu, ia bertugas sebagai Guru Militer (Gumil) di Pusdik Pemilum Cimahi Jawa Barat.
Pada gilirannya, Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir juga turut mendalami terkait hubungan Priyanto dengan Lala.
Dari sana diketahui bahwa Priyanto mengaku tidak pernah menikah dengan Lala.
"Tidak (pernah menikah), hanya sebagai teman biasa saja," jawab Priyanto ketika ditanya Surjadi.
Setelahnya, Kolonel Priyanto, Lala, dan dua anak buahnya itu tiba di Jakarta.
Mereka lantas menginap di Holiday Inn dekat dengan Pusziad di Jakarta.
"Terdakwa sekamar dengan siapa?" tanya hakim
"Siap, dengan Saudara Lala ini," ungkap Priyanto.
Setelah mengikuti rapat, lalu Priyanto dkk kembali ke Yogyakarta, tetapi mampir ke Cimahi untuk mengantar Lala pulang.
Namun sebelumnya, Priyanto mengaku sempat menginap lagi di Cimahi bersama Lala.
"Jam 4 sore, kami menginap di Hotel Ibis," sebut Priyanto.
Kemudian saat hendak kembali ke Yogyakarta, Priyanto dkk terlibat dalam insiden tabrakan dengan Handi-Salsa di Nagreg, Jawa Barat.
Bukannya menolong korban Kolonel Priyanto cs malah membawa mereka hingga keluar dari Jawa Barat (Jabar) dan membuang tubuh kedua korban ke anak Sungai Serayu.
Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia.
Handi diduga dibuang ke sungai dalam kondisi masih hidup.
Jasad kedua korban ditemukan di Sungai Serayu.
Dari ketiga tersangka, diketahui Kolonel Priyanto lah yang menolak membawa Handi-Salsa ke rumah sakit setelah kecelakaan akibat tabrakan dengan mobilnya.
Dia juga yang memiliki ide membuang tubuh Handi-Salsa ke sungai.
Kolonel Priyanto didakwa dengan pasal berlapis karena membunuh dua remaja sipil.
Terdakwa Kolonel Priyanto didakwa dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.[zbr]