WahanaNews-Kepri | PT PLN (Persero) mengimplementasikan perubahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Air Anyir di Bangka 2 x 30 MW dari yang sebelumnya menggunakan batu bara saat ini menggunakan energi biomassa.
Hal itu dilakukan melalui implementasi cofiring atau pencampuran biomassa dengan batu bara.
Baca Juga:
PLN Indonesia Power Bangun Ekosistem Biomassa Lewat Hutan Tanaman Energi
PLN kabarnya sudah melakukan kontrak untuk penyediaan woodchip pada PLTU Air Anyir sebesar 15.000 ton untuk periode 1 tahun dan direncanakan pengiriman perdana ke unit pada bulan Juli 2022.
PLTU Air Anyir Bangka telah melakukan uji bakar pada 19 April 2021 menggunakan woodchip 5% dengan hasil aman dan memenuhi parameter desain. Pengujian dilakukan pada beban 25 MW gross dengan menggunakan 36 ton biomassa. Secara umum kondisi semua parameter boiler dan operasi normal.
Adapun penyedia woodchip untuk PLTU Air Anyir adalah KSO PT Biro Teknik Sinar Baru, Koperasi Energi Terbarukan Indonesia (Kopetindo), dan PT Solusi Energindo Inovasi.
Baca Juga:
PLN Indonesia Power Bangun Ekosistem Biomassa Lewat Hutan Tanaman Energi
Penyedia juga bekerjasama dengan kehutanan sosial seperti Hutan Rakyat, Hutan Desa, dan juga Hutan Produksi melalui Kelompok Tani Hutan dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Direncanakan woodchip plant akan dibangun di area dekat PLTU Air Anyir Bangka dan pengiriman ke PLTU dimulai pada Juli 2022 dengan metode trucking.
Sebagai langkah strategis menjaga kontinuitas pasokan Biomassa, PLN telah mengupayakan penyediaan bahan baku dari berbagai sumber antara lain melalui pemanfaatan lahan tanaman energi, pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan, pemanfaatan lahan kering, serta pemanfaatan sampah.
"Untuk mempercepat implementasi cofiring biomassa pada PLTU, Kementerian ESDM telah melakukan penyusunan Peraturan Menteri ESDM Pemanfaatan Biomassa sebagai Campuran Bahan Bakar pada PLTU yang saat ini telah memasuki tahap harmonisasi di Kemenkumham," terang Direktur Bioenergi, Edi Wibowo Senin (6/6/2022).
Penggunaan biomassa sebagai substitusi bahan bakar PLTU merupakan salah satu strategi percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan menuju target 23% pada tahun 2025. Program ini sejalan dengan upaya Indonesia menuju net zero emission di tahun 2060.
"Program cofiring ini akan meningkatkan bauran EBT sekitar 1,8% melalui substitusi sebagian batubara dengan biomassa sampai dengan kurang lebih 10%," ungkap Edi.
Pada 2025, kebutuhan biomassa untuk cofiring diperkirakan sekitar 10,2 juta ton/tahun dan implementasi cofiring ini akan memberikan dampak terhadap penurunan emisi karbon sekitar 11 juta ton CO2.
Selain turut meningkatkan kontribusi energi terbarukan pada bauran energi nasional, menurut Edi, cofiring juga berdampak positif kepada pengembangan ekonomi kerakyatan (circular economy).[zbr]