LCS merupakan jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia. Ini terletak di bibir lautan sejumlah negara termasuk ASEAN seperti Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Lautan itu diyakini sebagai lautan yang kaya hasil alam, terutama migas dan ikan. Menurut CFR, di LCS ada sekitar 900 triliun kaki kubik gas alam.
Baca Juga:
Mendagri Tegur Bupati Meranti: Apapun Masalahnya, Jaga Etika!
Sumber lain dari American Security Project menyebutkan bahwa cadangan gas di LCS mencapai 266 triliun kaki kubik. Angka itu menyumbang 60% - 70% dari total cadangan hidrokarbon teritori tersebut.
China bersikukuh mengklaim sekitar 90% dari lautan itu dalam apa yang disebut sebagai "sembilan garis putus-putus" di mana mencakup area seluas sekitar 3,5 juta kilometer persegi (1,4 juta mil persegi). Klaim tersebut telah menimbulkan ketegangan dengan sejumlah negara ASEAN dan melibatkan AS Masuk dengan dalih "kebebasan navigasi".
Sementara itu, Juru Bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa pihaknya belum dapat mengkonfirmasi laporan ini lebih lanjut. Ia menyebut protes melalui nota diplomatik bersifat tertutup.
Baca Juga:
Usai Ngamuk Sebut Kemenkeu Isi Iblis, Bupati Meranti: Stop Hisap Minyak Kami!
"Saya tidak bisa mengkonfirmasi isi dari berita tersebut. Terlebih lagi komunikasi diplomatik, termasuk melalui nota diplomatik, bersifat tertutup," paparnya.
Klaim China di LCS sendiri kerap bersinggungan dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang dimiliki oleh Indonesia. Tercatat, beberapa kali kapal patroli China dilaporkan memasuki ZEE milik RI. [rda]