WahanaNews-Kepri | Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) terus berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan guna mencegah warga setempat berobat luar negeri, karena biayanya mencapai hingga Rp300 miliar.
"Masyarakat di Kepri menghabiskan uang sekitar Rp300 miliar per tahun untuk berobat ke luar negeri seperti Singapura dan Malaysia," kata Kepala Dinkes Kepri, Mochammad Bisri di Kota Tanjungpinang, Senin.
Baca Juga:
DPRD dan Pemprov Kepri Sahkan APBD 2024 Sebesar Rp3,428 Triliun
"Itu berdasarkan laporan medical check up yang kami peroleh dari Malaysia dan Singapura," katanya menegaskan.
Hal ini, menurut dia, menandakan bahwa antusias warga Kepri berobat ke negara tetangga, Malaysia dan Singapura dari tahun ke tahun cukup tinggi, salah satunya berkaitan dengan pengobatan penyakit jantung.
Padahal, kata dia, biaya berobat jantung ke luar negeri itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengobatan dalam negeri.
Baca Juga:
Pemprov Kepri Beri Bantuan 9.830 Kg Pupuk Kepada Kelompok Tani di Natuna
"Misalnya, operasi jantung di Indonesia sekitar Rp150 juta, kalau di luar negeri bisa sampai Rp250 juta," katanya.
Ia mengungkap ketertarikan masyarakat Kepri berobat ke negeri jiran karena fasilitas dan pelayanan kesehatan yang diberikan relatif lebih lengkap dan cepat.
Bisri mencontohkan pasien yang hendak operasi jantung di Malaysia cuma membutuhkan waktu sekitar belasan hari setelah menjalani medical check up.
Kondisi itu, kata dia, berbeda dengan di dalam negeri, yang mana pasien memerlukan antre berbulan-bulan untuk operasi jantung.
"Nah, itu barangkali salah satu pemicu banyak warga kita berobat ke luar negeri. Di sisi lain, letak geografis Kepri dengan Malaysia atau Singapura memang dekat melalui jalur laut," katanya.
Ia mengakui bahwa dari segi fasilitas dan pelayanan kesehatan rumah sakit, khususnya penyakit jantung di Kepri belum memadai akibat minimnya dokter spesialis jantung.
Bahkan tidak hanya jantung, dokter spesialis lainnya juga masih banyak yang kurang, seperti paru-paru hingga radiologi. Totalnya mencapai sekitar 102 orang.
"Misalnya dokter bedah jantung, kita butuh tujuh orang, tapi yang ada sekarang baru tiga orang. Nah, untuk mencetak empat orang lagi tidak mudah, butuh waktu dan proses cukup lama," katanya.
Menurut dia idealnya tiap-tiap rumah sakit di Kepri terdapat satu orang dokter spesialis sehingga siap pakai ketika dibutuhkan untuk melayani pasien.
Ia menyebut sebagian dokter spesialis yang ada di Kepri saat ini menerapkan metode substitusi untuk kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat antarpulau, seperti Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
"Jadi mereka bergantian melakukan praktik di Batam dan Tanjungpinang. Secara aturan diperbolehkan, karena dokter spesialis dapat tiga izin praktik, misalnya dua di Batam dan satu di Tanjungpinang atau sebaliknya," katanya.
Bisri menyatakan Pemprov Kepri secara bertahap terus berupaya memenuhi kebutuhan dokter spesialis, apalagi dengan disahkannya RUU Kesehatan yang akan mendorong percepatan pendidikan dokter spesialis di daerah tersebut.
Selain itu, pihaknya juga telah menyekolahkan sejumlah dokter spesialis di Kepri melalui program beasiswa Kementerian Kesehatan RI maupun secara mandiri.
"Di Kepri, salah satu daerah yang relatif memenuhi kuota dokter spesialis ialah Kabupaten Karimun. Itu, karena sejak dulu pemkab di sana sudah rutin menyekolahkan dokter spesialis," katanya.
Pihaknya juga menargetkan tahun 2024, Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Raja Ahmad Thabib di Kota Tanjungpinang bakal dapat melakukan praktek bedah jantung.
Pemprov Kepri sudah mengirim sejumlah dokter spesialis jantung menempa ilmu di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta guna memperkuat kualitas SDM RSUP Kepri dalam rangka meningkatkan mutu layanan kesehatan masyarakat.
“Saat ini, RSUP Kepri sudah bisa melayani katerisasi jantung. InsyaAllah tahun depan mulai melayani bedah jantung, sehingga warga tak perlu lagi berobat luar negeri dan uangnya mengalir di dalam negeri," demikian Mochammad Bisri.[ss]