WahanaNews.co | Keterangan dua ahli memperkuat pembuktian gugatan praperadilan tersangka korupsi Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif Andi Putra tidak memiliki landasan yang kuat.
KPK menghadirkan dua ahli, yaitu Abdul Fickar Hadjar dari Universitas Trisakti dan Arif Setiawan dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dalam sidang lanjutan praperadilan yang diajukan Andi Putra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/12).
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Keterangan dua ahli tersebut memperkuat pembuktian bahwa gugatan permohonan praperadilan tersangka AP dimaksud tidak memiliki landasan yang kuat sehingga memperkuat keyakinan gugatan tersebut akan ditolak hakim," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya.
Dalam sidang praperadilan, kata Ali, dua ahli itu menerangkan mengenai ruang lingkup praperadilan, tangkap tangan, bukti permulaan dalam penetapan tersangka, penilaian dua alat bukti pada tahap praperadilan, dan eksistensi Pasal 44 Undang-Undang KPK yang masih diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Ada ketentuan khusus bagi KPK yang mengatur bukti permulaan pada tahap penyelidikan yang berbeda dengan ketentuan umum dalam KUHAP, penetapan seseorang menjadi tersangka berdasarkan UU KPK serta soal kewenangan penyelidik setelah tertangkap tangan," kata Ali.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Oleh karena itu, ia mengatakan dari keterangan ahli itu dapat diambil kesimpulan bahwa apa yang dilakukan KPK dalam tangkap tangan, pelaksanaan tugas penyelidik dalam menemukan dua bukti permulaan hingga penetapan tersangka Andi Putra adalah sah dan berdasar atas hukum.
Agenda sidang berikutnya pada Jumat (24/12) adalah kesimpulan baik oleh pemohon (Andi Putra) maupun termohon (KPK).
KPK pada Selasa (19/10) telah menetapkan Andi Putra bersama General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA) Sudarso (SDR) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuansing, Riau.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan untuk keberlangsungan kegiatan usaha dari PT Adimulia Agrolestari yang sedang mengajukan perpanjangan HGU yang dimulai pada 2019 dan akan berakhir pada 2024, salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan.
Adapun lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT Adimulia Agrolestari yang dipersyaratkan tersebut terletak di Kabupaten Kampar, Riau di mana seharusnya berada di Kabupaten Kuansing.
Agar persyaratan tersebut dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan kepada Andi Putra dan meminta kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.
Selanjutnya, Sudarso dan Andi Putra bertemu. Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar.
Sebagai tanda kesepakatan, pada September 2021 diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta. Selanjutnya pada Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang sekitar Rp200 juta kepada Andi Putra.
[kaf]