WahanaNews-Kepri | Lokasi yang strategis serta beragam fasilitas perizinan dan perpajakan yang dikemas dalam konsep kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan perdagangan bebas merupakan jualan utama Provinsi Kepulauan Riau dalam menggaet investasi selama ini.
Namun, tawaran itu belum lah cukup. Kenyataannya, berdasarkan data yang dirilis Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pekan lalu, Kepri -yang selama ini mengandalkan Batam, Bintan, Karimun- tak lagi bercokol di papan atas daerah terbaik dalam menarik investasi, baik asing maupun dalam negeri.
Baca Juga:
Empat Oknum PNS Sudin CKTRP Jakpus Resmi Dilaporkan ke Inspektorat
Kepri terlempar ke papan tengah klasemen daerah tujuan investasi terbaik di Indonesia. Berdasarkan data BKPM pada periode Januari-Juni 2022, capaian penanaman modal asing (PMA) di Kepri sebesar 432,9 juta dolar AS atau setara Rp 6,21 triliun, dan menduduki peringkat ke-14 dari 34 Provinsi se-Indonesia.
Untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Kepri pada periode yang sama tahun ini sebesar Rp 2,90 triliun dan menempati urutan ke-20. Dengan demikian, realisasi investasi PMA dan PMDN Provinsi Kepri periode Januari-Juni 2022 mencapai Rp 9,11 triliun.
Jika dibandingkan dengan tahun 2021, capaian PMA dan PMDN Kepri mengalami penurunan yang tajam. BKPM mencatat pada semester 1 tahun 2021 lalu, total investasi di Kepri mencapai angka Rp 14,55 triliun.
Baca Juga:
Kasektor Dinas Citata Duren Sawit Dipanggil Kejaksaan Negeri Jakarta
Dimana, pada periode tersebut PMA Provinsi Kepri mencapai 639,7 juta dolar AS atau setara dengan Rp 9,33 triliun dan menempati urutan ke-10 se Indonesia. Sedangkan, capaian PMDN Kepri sebesar Rp 5,20 triliun atau duduk di peringkat ke-14.
Kepri kini tertinggal oleh Sulawesi Tengah dan Riau, yang sebelumnya berada di peringkat bawah. Masing-masing provinsi itu berhasil membukukan investasi sebesar Rp 52,1 triliun dan Rp 44,4 triliun.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid, mengatakan keluarnya Kepri dari 10 besar tujuan investasi di Indonesia disebabkan banyak faktor.
Ia menjelaskan, faktor pertama, kemungkinan investor melihat Kepri sudah tidak lagi kompetitif sebagai daerah tujuan investasi. Sehingga mereka lebih memilih Jawa Tengah sebagai tujuan.
“Penyebab tidak kompetitifnya ini salah satunya karena sudah terlalu tingginya upah minimum di Batam, sehingga bagi perusahaan padat karya Batam menjadi tidak menarik untuk investasi,” ujarnya.
Penyebab lainnya, tarif kontainer yang masih mahal dari Batam ke luar negeri. Akibatnya, barang yang diproduksi di Batam akan menjadi lebih mahal pula.
“Unjuk rasa yang relatif sering terjadi di Kepri juga menjadi salah satu sebab menurunnya daya kompetisi Kepri sebagai daerah tujuan investasi,” tuturnya.
Faktor selanjutnya adalah, adanya kemungkinan investor asing yang akan masuk tersebut lebih mengincar pasar Indonesia yang relatif besar, ketimbang pasar luar negeri yang mengalami perlambatan permintaan akibat pandemi Covid-19.
“Jadi lebih memilih berinvestasi di Jawa karena berbagai macam tax holiday yang ditawarkan,” bebernya.
Di sisi lain, jika berinvestasi di Kepri, ketika menjual barang ke wilayah lain di Indonesia akan dikenakan berbagai macam pajak. Karena itu, akan lebih menguntungkan jika berinvestasi di Jawa kalau target pasarnya adalah konsumen dalam negeri.
Faktor terakhir yang ia lihat saat ini adalah mengenai aturan perizinan dan investasi yang belum pasti, membuat investor juga masih wait and see untuk berinvestasi di Kepri.
Salah satu contohnya adalah masih adanya tarik menarik kewenangan antara beberapa kementerian di pusat dengan Badan Pengusahaan di Kepri.
“Seharusnya sesuai amanah PP 41/2021 seluruh kewenangan perizinan harus diserahkan ke BP Kawasan yang ada, namun masih ada kementerian yang belum mau melepas kewenangan tersebut,” katanya.
Dengan masih adanya permasalahan dalam perizinan, seperti Amdal, tentunya dipandang sebagai hambatan oleh para investor yang akan masuk ke Kepri.
Semua pihak yang ada, menurut Rafki, harus bekerja lebih keras lagi agar bisa mendatangkan lebih banyak investor dengan nilai investasi yang besar ke Kepri. Dengan tujuan, pertumbuhan ekonomi Kepri bisa tetap terjaga tinggi dan lapangan pekerjaan dapat terus terbuka untuk para pencari kerja.
Baik itu pencari kerja yang ada di Kepri maupun pencari kerja yang datang dari daerah lainnya.
“Kepri dengan fasilitas FTZ dan KEK yang diberikan oleh pemerintah pusat, seharusnya bisa menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuhnya.
Ketua Kadin Kepri, Achmad Ma’ruf Maulana, menyatakan dari awal ia sudah melihat bahwa Kepri, khususnya Batam, akan menjadi tempat investasi yang tidak kompetitif lagi. Itulah yang jadi alasan Kadin Kepri melemparkan program paket ekonomi berupa paket Batam, Bintan, Karimun (BBK) Murah.
Paket ekonomi BBK Murah yang digelontorkan Kadin Kepri itu memberikan gratis pengurusan IMB, Amdal, UKL-UPL, dan perizinan lainnya.
“Kadin melihat sendiri segala perizinan itu pengurusannya sampai sekarang sangat ribet atau rumit dan dipersulit. Dan sampai sekarang birokrasi itu masih jadi momok dan penghambat sektor usaha,” ujarnya, Kamis (28/7).
Harusnya setelah pandemi Covid-19, lanjut Ma’ruf, pelaku usaha diberikan semacam relaksasi, kenyataannya justru timbul biaya-biaya yang sangat tinggi.
Misalnya, UKL-UPL sekarang biayanya melonjak tinggi. Bahkan dua kali lipat dari sebelumnya. Pengurusan izin UKL-UPL dulu hanya Rp 12 juta, sekarang sampai Rp 60 juta.
“Sebenarnya BBK ini bisa dipoles menjadi tempat investasi yang kompetitif. Tetapi kepala daerah, seperti bupati, wali kota, dan gubernur, harus duduk bersama membicarakan kemerosotan sektor industri ini,” ujarnya.
Kadin Kepri, kata dia, akan mencoba merangkul semua kepala daerah di Kepri untuk bersama-sama membangkitkan kembali sektor industri seperti masa kejayaan industri era sebelumnya.
Ma’ruf berharap pemerintah di Kepri mampu mengembalikan Kepri ke kasta yang seharusnya.
“Kalau soal FTZ itu saya lihat klasik saja, slogan saja. Faktanya pelabuhan sampai sekarang tak selesai-selesai. Ongkos kontainer masih paling mahal, itu ada monopoli atau kongkalikong yang tak bisa diselesaikan. Kepri ini jadinya tempat berinvestasi yang mahal,” ujarnya.
Menurut Makruf, jika ingin Kepri, khususnya Batam, jadi tempat yang kompetitif untuk berinvestasi, perbaiki birokrasi, jadikan tempat investasi murah, bukan sebaliknya seperti saat ini tempat berinvestasi dengan biaya mahal dan berbelit-belit.[zbr]