WahanaNews-Kepri | Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali mengatakan kondisi di Laut Natuna Utara tidak dalam kondisi rawan. Dia menjelaskan kondisi yang terjadi di wilayah yang dulu disebutnya Laut China Selatan.
"Situasi Laut Natuna Utara, khususnya yang berada di ZEEI kita ini, tidak terlalu rawan seperti yang dibayangkan atau diberitakan," kata Laksamana M Ali dalam keterangannya, Kamis (26/1/2023).
Baca Juga:
Laut Natuna Utara Kepri Digempur Kapal Ikan Asing, Bakamla Tangkap Awak Vietnam
Hal itu disampaikannya seusai upacara serah terima jabatan sejumlah jabatan strategis jajaran TNI AL di Lapangan Apel, Mako Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), dan KRI Banda Aceh (BAC)- 593 yang sedang sandar di Dermaga Kolinlamil, Rabu (25/1).
Dia mengatakan situasi panas terjadi di Kepulauan Spratly yang berada di perbatasan negara China, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
"Sebetulnya situasi panas adalah yang dekat dengan perairan Kepulauan Spratly. Sedangkan di Laut Natuna Utara kendalanya adalah masalah penangkapan ikan ilegal oleh pihak asing," ujarnya.
Baca Juga:
Dorong Sentralitas ASEAN, Panglima TNI akan Pimpin Latihan Bersama Militer ASEAN di Laut Natuna
Dia mengatakan sebagian besar penangkap kapal ikan ilegal tersebut berasal dari negara yang berbatasan dengan Indonesia. Namun, berkat diplomasi yang terus dilaksanakan, akhirnya TNI AL dengan negara tetangga tersebut mengadakan pertemuan dan berhasil mencapai kesepakatan dalam penanganan permasalahan penangkapan ikan ilegal tersebut.
TNI AL juga telah memberikan tindakan tegas terhadap kapal-kapal ikan ilegal asing yang memasuki batas landas kontinen dengan melaksanakan penangkapan terhadap kapal-kapal tersebut. Selanjutnya, kapal-kapal tersebut dibawa ke Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) seperti Natuna atau Ranai untuk diperiksa.
KSAL juga menyampaikan jumlah kehadiran kapal-kapal asing ilegal yang melakukan penangkapan ikan di wilayah Indonesia selama beberapa waktu belakangan ini turun dengan drastis. Menurutnya, kondisi itu juga terjadi karena hadirnya Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) dan pesawat udara TNI AL yang selalu melaksanakan patroli di wilayah perairan Natuna Utara.