WahanaNews-Natuna | Pergantian nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara pada 2017 menunjukkan perairan ini menjadi ajang kepentingan berbagai negara.
Selain pintu masuk jalur dagang dan jalur migrasi ikan ke perairan Indonesia, letak Laut Natuna Utara amat strategis karena menyimpan cadangan energi fosil yang besar. Pergantian nama baru puncak awal ketegangan geopolitik di perairan ini.
Baca Juga:
Petinggi Militer Negara ASEAN Sepakati Latihan Bersama di Natuna Utara
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada 2017 potensi sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Nomor 711 (WPP-RI 711) di sekitar Laut Natuna dan Laut Natuna Utara sebesar 767.126 ton.
Potensi tersebut terdiri dari ikan pelagis besar sebanyak 185.855 ton, ikan pelagis kecil 330.284 ton, ikan demersal 131.070 ton, ikan karang konsumsi 20.625 ton, udang penaeid 62.342 ton, dan lobster 1.421 ton.
Secara tata ruang pesisir dan laut, WPP-RI 711 masuk ke dalam berbagai ruang rencana zonasi.
Baca Juga:
Bakamla RI Gelar Rapat Perdana Tim Pelaksana Forum KKPH 2023
Pertama Ruang Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZ KSN) yang terdiri dari Pulau Batam, Bintan, dan Karimun.
Kedua, Rencana Zona Kawasan Antar Wilayah (RZ KAW) yang terdiri dari Laut Natuna dan Natuna utara.
Ketiga, Ruang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang terdiri dari enam provinsi, Kalimantan Barat, Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Sumatera Selatan.