WahanaNews-Natuna | Pemerintah mendorong percepatan pengembangan Blok East Natuna di Kepulauan Riau yang mandek lebih dari 45 tahun, mengingat saat ini pengembangan migas Indonesia berkejaran dengan waktu, sebelum masanya energi terbarukan.
Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah berencana melelang ulang Blok East Natuna setelah proses pengembalian blok tersebut oleh Pertamina tuntas.
Baca Juga:
Menteri ESDM Bersiap Lelang 'Harta Karun' Gas Terbesar RI di Natuna
“Kalau kita tidak cepat mengambilnya saat ini, forget it! Tinggalkan saja karena ke depan, 10 hingga 20 tahun mendatang sudah masanya renewable energy,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji disela-sela acara The 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2022 di Bali, akhir pekan lalu.
Pemerintah saat ini tengah memproses pengembalian pengelolaan Blok East Natuna dari Pertamina ke negara, kemudian setelah itu akan dilakukan tender ulang.
“Dulu kan penugasan ke Pertamina, kita kembalikan dulu ke negara. Kemudian kita akan lelang tender terbuka terutama untuk D-Alpha,” terang Tutuka.
Baca Juga:
Seorang Nelayan di Natuna Ditemukan Meninggal Dunia
Blok East Natuna rencananya akan dibagi menjadi 3 blok, di mana D-Alpha merupakan blok migas yang paling besar.
Proses pengembalian Blok East Natuna ke negara diharapkan rampung tahun ini, sehingga lelang ulang dapat dilakukan pada awal tahun depan.
“Kalau bisa selesai tahun ini, awal tahun depan kita umumkan lelangnya,” katanya.
Untuk menarik investor, Pemerintah juga tengah menggodok insentif khusus blok tersebut. insentif untuk East Natuna mesti signifikan.
"Kita sedang hitung, tapi harus menarik sekali,” imbuh Dirjen Migas.
Blok East Natuna ditemukan tahun 1973 dan hingga saat ini masih belum dikembangkan. Blok East Natuna menyimpan potensi sebesar trilion cubic feet (Tcf) dengan potensi gas yang recoverable sebesar 46 Tcf. Kendala utama pengembangan blok ini adalah kadar CO2 yang mencapai 72%.
Blok ini semula dikelola ExxnMobil dan mendapatkan hak kelolanya tahun 1980. Namun lantaran tidak ada perkembangan, pada tahun 2007 kontraknya dihentikan.
Setahun kemudian yaitu tahun 2008, East Natuna diserahkan pengelolaannya ke PT Pertamina. Selanjutnya, ExxonMobil, Total dan Petronas, bergabung. Posisi Petronas kemudian digantikan PTT Exploration and Production (PTT EP) tahun 2012. Sayangnya tahun 2017 konsorsium ini bubar dengan alasan tidak ekonomis dan menyisakan PT Pertamina.[zbr]