WahanaNews-Kepri | PT PLN (Persero) saat ini sedang dihadapkan pada over supply listrik atau kelebihan listrik, di mana mau tak mau dengan skema take or pay (TOP), kelebihan listrik itu tetap harus dibeli oleh perusahaan setrum pelat merah itu kepada pengembang pembangkit, baik dipakai maupun tidak.
Dewan Energi Nasional (DEN) kelebihan listrik yang terjadi PLN adalah imbas dari kebijakan pembangunan proyek 35.000 Megawatt (MW). Pembangunan megaproyek kelistrikan itu meleset dari prediksi perekonomian Indonesia.
Baca Juga:
PLN Gelar Apel Siaga, Pastikan Keandalan Pasokan Listrik untuk Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
Anggota DEN, Satya Widya Yudha mengatakan saat merencanakan program pembangunan 35 ribu MW, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6%. Namun prediksi tersebut rupanya meleset, sehingga juga berdampak pada serapan listrik yang rendah secara nasional.
"Karena itu disepakati dan dibangun (program 35 ribu MW) maka surplusnya menjadi sekitar 35% karena asumsi kebutuhan listrik yang 6,6% gak tercapai realisasinya. Kita kan berharap pertumbuhannya kan 6,6% per tahun ternyata daya serapnya rendah karena kita habis kena pandemi otomatis sektor industri belum banyak maka kita kelebihan," kata dia kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, dikutip Selasa (27/9/2022).
Oleh sebab itu, menurut dia salah satu tujuan digalakkan program konversi dari kompor LPG 3 kilogram (Kg) ke kompor induksi salah satunya adalah untuk mengatasi persoalan kelebihan pasokan listrik PLN.
Baca Juga:
Buka Lat Pra Ops Mantap Praja 2024, Kapolres Merangin Ingatkan Anggota Tetap Jaga Netralitas
Mengingat over suplai yang terjadi hingga akhir tahun diproyeksikan akan mencapai sekitar 6-7 Giga Watt (GW).
"Ini dilematis, sebagai korporasi PLN rugi. Tetapi kita harus melihat tujuan dari kompor listrik itu untuk sebagai peningkatan demand. Sehingga over supply bisa teratasi," katanya.
Meski begitu, ia menilai bahwa implementasi dari peralihan kompor LPG 3 Kg ke kompor induksi perlu kajian secara matang. Satya sepakat bahwa penerapan program konversi ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa.
"Itu merupakan arahan Presiden dan DEN mendukung karena tujuannya melakukan kajian namun dalam skenario lebih mengemuka kalau dari DEN menyangkut keterkaitan dengan ketahanan energi karena itu melakukan program peralihan energi berbasis impor, strateginya banyak" ujarnya.[zbr]