"Dalam pandangan saya, perilaku agresif dan tidak bertanggung jawab ini merupakan salah satu ancaman paling signifikan terhadap perdamaian dan stabilitas di kawasan saat ini, termasuk di LCS," tambahnya.
"Dan jika PLA melanjutkan pola perilaku ini, itu hanya masalah waktu. Sebelum ada insiden besar atau 'kecelakaan' di kawasan itu," tegasnya lagi merujuk pada angkatan bersenjata China.
Baca Juga:
Peran Penting Indonesia dalam Menangani Konflik Laut China Selatan (LCS)
Perlu diketahui, China mengklaim LCS dengan peta "nine dash line atau sembilan garis putus-putus".
Merujuk jurnalis sekaligus peneliti dari Chatam House, The Royal Institute of International Affairs, bernama Bill Hayton, konsep ini mengklaim wilayah China berbentuk U.
Berawal dari selatan daratan China dan berujung di kawasan Natuna. Ini juga melintasi lautan di antara Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Baca Juga:
Indonesia, Thailand dan Malaysia Kompak Tinggalkan Dollar AS
Akibatnya ketegangan kerap terjadi antara kapal China dan sejumlah negara. Di situ pulalah, AS masuk berpatroli ke kawasan dengan mengusung "kebebasan navigasi".
Sementara itu, Presiden Joe Biden sendiri berniat berbicara langsung dengan Xi Jinping pekan depan. Ia diyakini akan membicarakan cara-cara mencegah persaingan strategis AS-China yang berkembang menjadi konflik, bukan cuma soal LCS, ini juga akan terkait Taiwan.
Situasi China dan Taiwan kini makin memanas. Kunjungan potensial Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan, Agustus mendatang, menjadi penyebabnya.