"Namun perlu kita pantau karena sudah lama berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia," tambahnya.
Keberadaan kapal China tercatat di data pelacakan kapal Marine Traffic, sebagaiman dikutip dari Radio Free Asia (RFA), di awal Januari. Namun media itu sempat menyebut, keberadaannya mungkin terkait ladang gas, Blok Tuna.
Baca Juga:
Ini Penjelasan Tetangga Kos Wanita yang Diduga Dibunuh Dikamar Kos di Kota Jambi
Diketahui sebelumnya, pemerintah RI telah menyetujui rencana pengembangan atau Plan of Development (POD) Pertama Lapangan Tuna di Wilayah Kerja (WK) atau Blok Tuna, perairan Natuna, ke perusahaan Inggris Premier Oil. Perkiraan biaya investasi untuk pengembangan Lapangan Tuna (di luar sunk cost) diperkirakan mencapai US$ 1,05 miliar.
Dengan masa produksi yang diperkirakan sampai 2035, maka pemerintah akan mendapatkan pendapatan kotor sebesar US$ 1,24 miliar atau setara dengan Rp 18,4 triliun. Sementara pendapatan kotor dari kontraktor atau produsen sebesar US$ 773 juta atau setara dengan Rp 11,4 triliun dengan biaya cost recovery mencapai US$ 3,315 miliar.[ss]