WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyambut positif penandatanganan nota kesepahaman kerja sama kawasan industri antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah China.
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menilai kesepakatan strategis yang melibatkan kawasan industri Bintan ini merupakan langkah nyata memperkuat posisi Batam sebagai episentrum ekonomi di barat Indonesia dan bagian dari arsitektur aglomerasi nasional.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Tekad PLN yang Akan Listriki 10 Ribu Desa
“Kesepakatan Two Countries, Twin Parks (TCTP) ini adalah angin segar bagi transformasi kawasan Batam-Bintan sebagai pusat gravitasi industri masa depan. Presiden Prabowo menunjukkan visi globalnya dengan memperkuat konektivitas rantai pasok melalui kemitraan strategis yang konkret,” ujar Tohom, Selasa (27/5/2025).
Menurut Tohom, keberadaan kawasan industri di Bintan yang terhubung langsung dengan Batam akan menciptakan sinergi produktif, mengingat keduanya berada dalam satu koridor pertumbuhan yang telah terbukti menopang ekspor nasional dan menjadi simpul logistik internasional.
“Batam sudah lama menjadi ikon industrialisasi dan ekspor. Tapi untuk menjadikannya lebih tangguh, kita perlu memperluas daya dukungnya. Dan Bintan adalah jawabannya. Kolaborasi dengan China ini, bila dikelola transparan dan berpihak pada kepentingan nasional, akan mendorong efek berganda yang sangat besar bagi daerah,” tegasnya.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Sosialisasi Masif Pemberdayaan Bank Sampah di Indonesia Perlu Digalakkan
Tata Kelola Investasi dan Kedaulatan Teknologi
Tohom juga mengingatkan bahwa masuknya investasi besar dari China, sebagaimana direncanakan di kawasan Bintan dan Batang, harus dibarengi dengan tata kelola yang kuat, akuntabel, serta pelibatan tenaga kerja lokal secara optimal.
“Jangan sampai kita hanya menjadi pasar atau lokasi pabrik. Yang dibutuhkan adalah transfer teknologi, peningkatan kualitas SDM, dan sinergi dengan pelaku usaha lokal, termasuk UMKM. Kita harus memastikan bahwa Indonesia bukan hanya penerima investasi, tapi juga pemilik nilai tambahnya,” paparnya.