Ia menyoroti bahwa penguatan rantai pasok antarnegara harus tetap dalam bingkai kedaulatan nasional.
“Kita perlu waspada agar jangan sampai supply chain menjadi alat ketergantungan. Indonesia harus menjadi simpul yang kuat, bukan mata rantai yang rapuh,” ujarnya.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Tekad PLN yang Akan Listriki 10 Ribu Desa
PendekatanTerpadu untuk Batam-Bintan-Karimun
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menekankan pentingnya pendekatan aglomerasi regional dalam menyukseskan proyek tersebut.
Ia menyebut, kawasan Batam, Bintan, dan Karimun idealnya diperlakukan sebagai satu ekosistem yang terintegrasi dari sisi kebijakan, logistik, dan perizinan.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Sosialisasi Masif Pemberdayaan Bank Sampah di Indonesia Perlu Digalakkan
“Kawasan BBK (Batam-Bintan-Karimun) adalah contoh nyata dari aglomerasi industri kepulauan yang bisa menjadi model nasional. Tapi selama ini pendekatan pengembangannya masih sektoral. Nah, kerja sama dengan China ini justru menjadi momentum untuk mengakselerasi kawasan terpadu, dengan satu peta jalan dan satu komando kebijakan yang terukur,” ujar Tohom.
Ia mengusulkan agar pemerintah membentuk satuan tugas lintas kementerian untuk mengawal implementasi proyek TCTP di Bintan dan Batang.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan nota kesepahaman. Harus ada task force yang aktif memantau, mengevaluasi, dan memastikan proyek ini memberikan manfaat langsung bagi ekonomi lokal,” imbuhnya.