Naskah akademik juga menunjukkan formula alokasi fiskal nasional tidak mempertimbangkan karakter geografis kepulauan, terutama faktor jarak, transportasi laut dan biaya logistik antar-pulau. Dalam praktiknya, rumus DAU dan DAK yang berlaku saat ini belum mencakup geographic cost index yang menggambarkan biaya pelayanan publik di wilayah kepulauan. Akibatnya, daerah kepulauan harus menanggung biaya lebih tinggi untuk pendidikan, kesehatan maupun transportasi masyarakat, tanpa adanya tambahan dana kompensasi yang memadai.
Sekar memisalkan, mengirim guru atau tenaga kesehatan ke pulau-pulau kecil dibutuhkan biaya transportasi laut dan insentif tambahan yang signifikan. Selain itu, dalam sektor pendidikan, angka partisipasi sekolah di provinsi kepulauan semisal Maluku dan Nusa Tenggara Timur masih tertinggal dibandingkan rata-rata nasional karena akses fisik ke sekolah yang sulit.
Baca Juga:
Kemensos Tugaskan 19 Guru, Sekolah Rakyat Tanjungpinang Siap Terima 100 Siswa Kurang Mampu
“Keterbatasan infrastruktur dasar yakni persentase rumah tangga dengan sanitasi layak, sumber air minum layak dan akses listrik di daerah kepulauan berada di bawah 60 persen. Kondisi ini jauh tertinggal dari wilayah perkotaan di daratan,” jelas Sekar.
Selain itu, asimetri pelayanan publik juga terjadi akibat formula alokasi fiskal nasional yang tidak mempertimbangkan faktor geografis kepulauan. Hal ini membuat daerah-daerah kepulauan kesulitan membiayai transportasi pelayanan publik antarpulau, termasuk operasional kapal perintis dan distribusi logistik kebutuhan dasar.
Ketimpangan ini berdampak pada indeks pembangunan manusia (IPM) yang rendah dan ketergantungan tinggi terhadap bantuan pemerintah pusat. Ketimpangan juga diperparah oleh terbatasnya kapasitas investasi daerah karena rendahnya PAD dan lemahnya daya tarik ekonomi akibat infrastruktur dasar yang minim.
Baca Juga:
Pelestarian Budaya Pada Rangkaian Nyepi Hindu di Lagoi Melalui Foto Story
Sebagai solusi, naskah akademik mengusulkan pembentukan Dana Khusus Kepulauan (DKK) sebagai instrumen afirmatif fiskal yang bersifat “block grant”. Dana ini diusulkan bersumber dari pagu Dana Transfer Umum (DTU) dengan formula berbasis geografis, mencakup jumlah pulau berpenghuni, panjang garis pantai, jarak antar-pulau dan rasio biaya logistik terhadap PDRB daerah.
“DKK diharapkan menjadi mekanisme korektif untuk menutup ketimpangan fiskal antara daratan dan kepulauan, sekaligus mendukung penyelenggaraan layanan dasar seperti transportasi laut perintis, pendidikan dan kesehatan antarpulau,” tegas wanita senator asal Provinsi Kepri itu.
RUU Daerah Kepulauan kembali diajukan dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025 sesuai dengan Surat DPD RI Nomor B/HM.03/2283/DPDRI/IX/2025 tanggal 8 September 2025 tentang Penyampaian RUU Prioritas DPD RI Tahun 2025 bersama dengan empat RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2025 yang menjadi usul DPD RI lainnya yaitu Rancangan Undang-Undang Perlindungan Masyarakat Adat, Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Perubahan Iklim, Rancangan Undang-Undang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.