KEPRI.WAHANANEWS.CO — Rencana pengembangan kawasan industri yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Toapaya di pesisir timur Pulau Bintan, Kepulauan Riau, menuai penolakan dari warga dan pelaku pariwisata.
Kekhawatiran utama mencakup potensi kerusakan lingkungan yang bisa mengganggu ekosistem laut dan mengancam kelangsungan usaha wisata berkelanjutan di wilayah tersebut.
Baca Juga:
Polda Kepri Pecat Oknum Polisi yang Paksa Tersangka Narkoba Bayar Pakai Pinjol
PSN Pengembangan Kawasan Industri Toapaya dikelola oleh PT Galang Batang Kawasan Ekonomi Khusus (GBKEK) Industri Park. Proyek ini mencakup wilayah Toapaya, Pulau Poto, dan Kampung Masiran di Kabupaten Bintan.
Saat ini, pengembangan di Kampung Masiran telah berjalan. Ratusan rumah warga direlokasi demi kepentingan proyek, Suku Laut Kawal Laut juga telah merasakan dampak ekologi.
Namun, di Pulau Poto, pengembangan belum dapat dilaksanakan karena adanya penolakan dari masyarakat, khususnya warga Kampung Tenggel dan sejumlah pemilik lahan.
Baca Juga:
8 Tahun Buron, Terpidana Kasus KDRT di Kepulauan Riau Ditangkap Kejari Gunungsitoli di Sirombu
"Kami lebih mendukung investasi pariwisata. Mereka lebih memahami dan menjaga lingkungan. Laut tetap bersih, kami pun masih bisa melaut," kata Andi Suratno (40), warga Kampung Tenggel, Pulau Poto, dikutip Sabtu (31/5/2025).
Penolakan terhadap rencana pembangunan kawasan industri dan pelabuhan di Pulau Poto juga disuarakan pelaku usaha pariwisata. Mereka menilai, pengembangan industri berisiko merusak ekosistem laut dan pesisir yang menjadi daya tarik utama wisata di kawasan tersebut.
Sebelumnya, pengembangan kawasan industri oleh PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan di wilayah pesisir timur Bintan. LooLa Eco Adventure Resort dan Cempedak Island termasuk yang mengalami dampak negatif atas industri tersebut.