Hasil investigasi hanya berhasil dalam tahap pengungkapan. Setelah itu, setiap musim angin utara di Kepri (Oktober-Februari) limbah lumpur oli kembali mencemari pesisir Bintan dan Batam.
Pada tahun 2021, Tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menangkap pebisnis limbah beracun.
Baca Juga:
RI Pamerkan Cara Baik Atasi Pencemaran Danau Toba di WWF Bali
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam pada 2 Agustus 2022 memvonis Chosmus Palandi (48) yang merupakan nakhoda Kapal SB Cramoil Equity dijatuhi hukuman penjara 7 tahun 8 bulan.
Ia dinyatakan bersalah karena menyeludupkan limbah bahan berbahaya beracun (B3) asal Singapura ke wilayah Indonesia.
Tahun 2021, tim dari Polda Kepri juga menelusuri limbah lumpur oli itu sampai ke Bintan dan Tanjungpinang. Namun pada saat itu, tim tidak menemukan limbah tersebut karena kawasan tersebut sudah dibersihkan warga dan Dinas Lingkungan Hidup Kepri.
Baca Juga:
10 Aki Raib dari Truk Sampah DLH Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Baru-baru ini, mendekati musim angin utara, persoalan itu muncul kembali setelah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan hasil investigasinya di Selat Philips, perbatasan Batam dengan Singapura.
Pada periode Maret – Agustus 2022, Kapal MT. TUT GT.74 berbendera Indonesia labuh jangkar di Perairan Pelabuhan Batu Ampar, dioperasikan oleh salah satu perusahaan di Kota Batam.
Kapal itu diduga mengangkut limbah B3 seberat 5.500 ton dengan dugaan kamuflase dokumen barang tertulis sebagai fuel oil. Kapal itu diduga sebagai tempat penyimpanan limbah dalam kategori sangat berbahaya.