"Memang potensi tambang diciptakan Tuhan untuk dikelola. Merusak sudah pasti tapi pasca tambang harus betul-betul diperhatikan. Rezeki manusia Tuhan yang atur, tapi kita juga jangan serakah dengan tidak memikirkan ekosistemnya," ujarnya.
Daeng Amhar mencontohkan, beberapa daerah yang pernah dijadikan tambang. Seperti di Bangka, pulau ini habis dikeruk, Dabo juga rusak akibat timah, Bintan dengan bauksitnya, Karimun dengan pasirnya.
Baca Juga:
DPRD Surabaya Dukung Peningkatan Fungsi Balai RW oleh Pemkot Surabaya
"Saya setuju perusahaan tambang pasir kuarsa masuk ke Natuna, tapi saya juga setuju adanya Aliansi Natuna menggugat bergerak dengan catatan kontrol sosial," ujarnya.
"Mereka demo atau mengkritisi itu baik. Bahwa memang ekosistem alam juga harus dipelihara. Tapi tambang juga harus dikelola dan dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan cara yang baik," tegas Daeng Amhar.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa setiap investor yang masuk harus melengkapi seluruh persyaratan administrasi dan juga perizinan.
Baca Juga:
DPRD Kabupaten Balangan Gelar FGD Penyusunan Rencana Kerja Tahun 2025 di Banjarmasin
Terkait perizinan tambang pasir kuarsa, Daeng Amhar mengatakan, hingga saat ini DPRD Natuna belum menerima sosialisasi, dokumen tambang dan perizinan dari pihak perusahaan.
"Sejauh ini perusahaan tambang ini belum ada sosialisasi kepada DPRD secara kelembagaan, dokumen tambang, perizinan yang tembusannya ke DPRD Natuna juga belum ada," ucapnya.
Daeng Amhar meminta agar pihak perusahaan segera melakukan sosialisasi ke DPRD dan bisa didengar bersama Aliansi Natuna menggugat sehingga nantinya pihak Aliansi Natuna Menggugat dapat memantau pergerakan dari perusahaan tambang yang saat beroperasi di Natuna.